Friday 31 July 2020

Mengenang Perjuangan

Hari ini adalah hari dimana seluruh umat islam di seluruh dunia merayakan hari raya Idul Adha. 
Namun tentu saja Idul Adha pada tahun ini terasa berbeda. 
Ya, pandemi Corona masih menjelajahi tempat tinggal kita semua, oleh karena itu tak semua masjid penuh sesak dengan jam'ah shalat Ied, tak semua tempat penyembelihan hewan qurban penuh dengan anak-anak kecil yang mengamati penyembelihan hewan qurban. 

Lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, hari ini membuat saya sedikit banyak bernostalgia tentang shalat Idul Adha terakhir di kampus. 
Tidak pernah terbayang sebelumnya bahwa tahun lalu adalah shalat ied terakhir saya di kampus. Lagi-lagi karena Corona. Namun atas semuanya, masih banyak hal yang harus disyukuri bukan? :) 

Di akhir masa studi ini, saya banyak diingatkan oleh empat tahun perjalanan saya di kampus. Bagi saya, setiap semester selalu memiliki tantangan dan kenangan tersendiri. 

Semester satu, banyak dihadapkan pada realita bahwa ternyata kehidupan di luar begitu dinamis. 
Semester dua sudah mulai membiasakan diri sebagai anak kuliahan.
Semester tiga mulai jadi 'penikmat' organisasi kampus.
Semester empat belajar menjadi 'penggerak' kampus. 
Semester lima masih berkutat di organisasi sembari memikirkan rencana magang dan tugas akhir.

Belum selesai berorganisasi di semester lima, di semester enam justru saya turut menjadi bagian 'top position' di organisasi tingkat fakultas. Sudah ngos-ngosan sekali rasanya, ingin berhenti dari organisasi, mulai menggarap skripsi layaknya mahasiswa lain, tapi nyatanya Allah tetap inginkan hamba-Nya yang hina ini membagi sedikit yang dimiliki untuk generasi setelahnya. 
Tetapi betapa Maha Baiknya Allah. Di semester enam, walaupun sudah 'ngos-ngosan' (bahasa jawa, re: capek) berorganisasi, Allah anugerahkan kesempatan untuk mengikuti lomba MTQMN (Musabaqah Tilawatil Qur'an Mahasiswa Nasional) di Aceh yang sudah sejak semester tiga saya cita-citakan. Alhamdulillahilladzi bini'matihi tatimmusshalihat. Meskipun tidak menang, namun rasa syukur atas pengalaman karantina selama tiga bulan sebelum keberangkatan ke Aceh dan segala pembelajaran tetap terukir di hati. Segalanya hanya karena Allah. 

Semester tujuh masih di posisi yang sama dengan semester enam. Di awal semester tujuh, saya sempat bolak-balik melakukan perjalanan Sidoarjo-Malang PP empat kali sepekan selama satu bulan dikarenakan orang tua saya sedang haji dan saya harus mengurus kedua adik saya. Urusan organisasi tidak bisa membuat saya serta merta berdiam diri di Sidoarjo, maka dari itu saya harus PP Sidoarjo-Malang dan sebaliknya. Bagi orang lain mungkin tidak terlalu sulit. Tapi bagi saya terkadang rasa lelah itu muncul; menggantikan peran ayah dan ibu -karena kami tidak punya ART- (re: masak, mencuci baju, beres-beres rumah, mengantar-jemput sekolah adik-adik, dll) dan masih harus mengurus organisasi di Malang itu sesuatu sekali. Belum lagi harus mulai menghubungi dosen pembimbing skripsi yang tidak selalu ada setiap hari :D Namun dari sini saya belajar, menjadi orang tua tidak sebercanda itu ya! :D Butuh tanggung jawab juga ilmu :)

Di semester delapan, banyak hal yang berubah, atau saya yang berubah? Wkwk
Urusan skripsi, tugas akhir, menjadi satu hal baru dan mau tidak mau, suka tidak suka harus dilakukan (dan diselesaikan tentunya haha). 
Di semester delapan, saya bertekad untuk mencari pekerjaan sembari menyelesaikan skripsi. Alhamdulillah saya diterima mengajar di sebuah Rumah Tahfidz Balita di Malang. Sama seperti niat saya di awal ketika ingin mengajar, 'saya cuma pengen belajar gimana sih cara mendidik'. Dengan kesoktauan saya, saya berusaha menjalani hari-hari yang lumayan berat. Menghadapi anak berusia 3-5 tahun yang masih suka berlari kesana kemari, nangis, bahkan ngompol (wkwk) itu MasyaAllah :) Hingga sampailah pada bulan April, saya mengalami kecelakaan dan mengharuskan istirahat selama dua bulan dan mengurangi aktivitas (saran dokter), akhirnya saya memutuskan resign dari mengajar. 
Awalnya sempat ragu tapi tak apa, InsyaAllah ini pilihan yang terbaik :)

Ya, ternyata setiap detik kita adalah perjuangan.
Dan menurut saya, tidak ada perjuangan yang tidak layak dikenang.
Lebih dari itu, perjuangan yang sudah kita lalui di hidup sebelumnya semoga memberi satu kekuatan di masa sekarang dan selanjutnya bahwa hidup akan terus berjalan, bersama atau tanpa kita. 
Jadikan perjuangan kita di masa lalu menjadi pelecut semangat berjuang kita di masa sekarang dan masa depan :))
Jadi, perjuangan mana yang ingin kamu kenang? :)

Sidoarjo, 31 Juli 2020, 9:52 pm 

No comments:

Post a Comment

Merenda Harap

Pandemi belum juga berakhir Satu dua hal yang direncanakan seolah mangkir Sesuatu yang tak pernah terfikir Atas kuasa-Nya begitu saja hadir ...