Wednesday 20 May 2015

Deja Vu?

Parangtritis, 20 Juni 2010

Aku melihat kalian, sembari memandang karang-karang kokoh itu
Aku melihat kalian tertawa lepas, bebas, tanpa sesuatu yang membebani
Setelah 'tarik tambang' sederhana itu, aku merenung
'Apa aku akan kembali, berpijak di bumi yang sama, menikmati indah kebersamaan kalian disini?'
Tapi aku sadar, aku tak pernah tau apa yang akan terjadi, hari ini, esok, lusa, dan seterusnya
Dan..
Tempat ini menjadi sejarah, serta akhir kebersamaaan kita
Aku harap, suatu saat aku dapat menginjakkan kaki lagi disini, meski hanya bersama kenangan yang pernah kita ukir dahulu


Parangtritis, 17 mei 2015

Aku kembali, setelah hampir lima tahun aku meninggalkan tempat ini
Tak banyak yang berubah
Karang-karang kokoh yang dahulu ku lihat, masih tetap sama

Aku menghirup sejuknya udara pagi
Aku bersyukur bisa merasakan atmosfer Jogja yang lama kurindui

Sesaat, terlintas bayangan saat kita bercanda, saling melempar tawa, membuat istana pasir yang entah saat ini dimana ia-nya

Aku berdiri
Berpijak di tepi  pantai ini,
di tengah deru ombak pagi,
menikmati siluet mentari, 
merasakan hembus angin menerpa diri

Aku ingin berandai kalian disisiku saat ini, tapi tak mungkin
Aku berkata dalam hati
"Ya Rabb.. Jaga dan lindungi teman, sahabat, serta guruku dimanapun mereka berada. Semoga apa yang terukir lima tahun lalu dapat menjadi ibrah untukku, untuk mereka, untuk masa depan kami"

Wednesday 13 May 2015

Be Sincere, please..


Bismillah.

Kisah ini bermula ketika salah seorang teman saya bertanya "Lif, sebenernya kamu pengen ikut LTT (Lomba Temu Tegak-Pramuka) nggak sih?"
"Hmm.. Sebenernya pengen, tapi aku bisa apa?" Saya menjawab dengan setengah tertawa, karena memang konyol dan agak impossible, seorang saya yang suka pramuka tetapi 'tak bisa apa-apa' ingin mengikuti lomba pramuka. Apalagi, kali terakhir saya ikut kemah ketika saya duduk di kelas dua SMP. Tetapi entah kenapa saya masih berharap bisa ikut LTT itu. Mungkin karena saya merasa tak banyak lagi kesempatan untuk ikut kompetisi eksternal dikarenakan saya sudah berada di ujung kelas dua SMA yang jika Allah mengizinkan, beberapa saat lagi akan naik tingkat ke kelas tiga SMA, dan itru artinya saya sudah harus fokus dengan berbagai macam ujian. 

Setelah percakapan yang 'tak sengaja' itu, salah seorang teman memberi tahu saya "Lif, kamu ikut LTT ya, gantiin temen yang lain soalnya dia nggak bisa ikut"
Saya kaget. "Kok bisa? Tapi aku bisa apa?"
"Yaudah nggak penting itunya, kalo latihan terus InsyaAllah bisa.. Semangat, Lif!"
Saya melongo dan masih bingung. 
"Ya Rabb.. Dulu aku memohon kepada-Mu agar aku dapat mengikuti lomba ini. Tetapi setelah Kau beri aku kesempatan....." Ah!

Ditambah lagi, saya diberi amanah untuk jadi PINSA atau Pimpinan Sangga di sangga putri perwakilan kontingen sekolah saya. "Ya Allah.." Hanya itu yang bisa saya ucapkan kala itu.

Tetapi dari itu semua saya banyak belajar setelah saya berdiskusi banyak dengan salah seorang teman, "Aku mau ikut, tapi aku nggak mau jadi pinsa. Aku nggak pernah minta jadi pinsa."
"Rasulullah juga nggak pernah minta jadi rasul, Lif.." 
Astaghfirullah. Saya tersadar, bahwa apa yang saya ucapkan seperti menyalahkan Allah, seperti menolak ketetapan-Nya.

Terkadang kita 'harus' menerima sesuatu yang Allah beri tanpa syarat.
Seringnya, ikhlas merupakan sesuatu yang paling sulit kita lakukan, padahal dibalik itu semua, Allah sudah menyiapkan berlipat pahala dan Jannah yang dijanjikan-Nya.

Allahummaghfirlanaa..





Merenda Harap

Pandemi belum juga berakhir Satu dua hal yang direncanakan seolah mangkir Sesuatu yang tak pernah terfikir Atas kuasa-Nya begitu saja hadir ...