Saturday 2 May 2020

Kesempatan Kedua

Bismillah.

Kali ini saya ingin bercerita, lebih tepatnya merefleksi diri dari peristiwa yang saya alami kurang lebih satu bulan lalu.

Hari Jum'at malam itu, 3 April 2020, peristiwa -yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya- itu terjadi. Selepas Shalat Isya bersama keluarga di lantai dua rumah, saya mengambil smartphone untuk mengambil foto suasana malam hari dari balkon rumah lantai dua.

Qadarullah, ketika itu saya dan keluarga baru saja pindah rumah. Kondisi rumah belum sepenuhnya selesai direnovasi. Di balkon lantai dua, ada lubang untuk dipasang tangga putar nantinya, tetapi malam itu, tangga memang belum terpasang, sehingga kami (keluarga) memang harus ekstra hati-hati jika berjalan di balkon. Karena lubang itu akan langsung menyambung ke teras rumah lantai satu.

Posisi saya ketika itu menghadap barat, sedangkan lubang tangga berada di timurnya. Saya membelakangi lubang tersebut. Untuk mencari angle foto yang bagus, saya mundur dan mencari posisi yang terbaik -versi saya-.

Sampai, saya tidak menyadari di belakang saya ada lubang untuk tangga yang belum terpasang. Saya berjalan mundur..mundur..mundur.. Daaan....

Saya seperti sedang melakukan terjun payung saat itu. Yang saya ingat, saya berteriak "Ummiiiiiii..." Pandangan saya gelap. Saya menutup mata. Masih sedikit tidak percaya akan 'terbang' seperti ini.

Daaaasssss! Tubuh saya terhempas di atas ubin teras rumah lantai satu dengan benturan yang sangat keras. Saya terjatuh dari balkon rumah lantai dua ke teras rumah lantai satu setinggi tiga meter.

"AAAAAA..." teriak saya waktu itu

Saya merintih kesakitan.

Sayup saya mendengar suara banyak orang mengucap "Innalillaaah..."

"Mbaak, Astaghfirullah........ Istighfar mbaaak, istighfar mbaaak.. Dek Diba tolong ambilkan minum. Ya Allah nak..nak... Istighfar mbak, istighfar mbak Alifa.. Mbak Alifa denger ummi kan mbaak? Mbaak.."

Saya mendengar dengan setengah sadar kata-kata Ummi (ibu) saya ketika itu. Saya hanya merintih kesakitan dan sedikit sulit bernafas, mungkin karena kondisi badan masih shock.

"Aaa.. Astahgfirullah.. Aaaa.." Saya terus merintih kesakitan.

"Iya sebentar ya mbak, habis ini ke rumah sakit. Sabar ya nak.. sabar.. Ya Allah.." Suara ummi menandakan betapa paniknya beliau saat itu.

Kemudian saya dibopoh oleh tetangga dekat rumah untuk masuk ke mobil.

Dan ngeeeng, mobil yang Abi (Ayah) kendarai melesat cepat menuju rumah sakit terdekat

Dalam perjalanan menuju rumah sakit, hanya terdengar suara isak tangis Ummi, juga Abi yang terus mengucap "Laa haula Wa Laa Quwwata Illaa Billah.." terus begitu..

Beberapa menit kemudian, sampailah saya, Abi dan Ummi di rumah sakit.

Para perawat segera mengambil hospital bed dan menidurkan saya di atasnya. Hospital bed segera melaju ke ruang IGD. Tekanan darah saya diperiksa, dan suster segera menelfon dokter spesialis tulang untuk bertanya tindakan apa yang harus dilakukan untuk saya.

Beberapa menit kemudian, saya diharuskan untuk rontgen bagian tubuh yang sangat nyeri saat itu.

Ummi masih terisak sembari menyuruh saya untuk selalu istighfar..

Setelah kurang lebih 20 menit berada di ruang rontgen, saya diperbolehkan menuju ruang IGD lagi, dan suster berkata ke Ummi "Bu, opname ya"
Saya mendengar samar-samar percakapan Ummi dan suster.
Ummi dan Abi kemudian berdiskusi sebentar dan menyetujui bahwa saya akan diopname.

Tidak lama setelah itu, suster kembali lagi "Ibu, mohon maaf, karena ternyata kamarnya penuh dan kondisinya sedang corona, sehingga pasien yang masih memungkinkan rawat jalan, lebih baik rawat jalan saja nggih.."

Ummi mengangguk, hanya berharap mendapat penangangan terbaik untuk anaknya.

Setelah itu, datang suster yang lain dengan membawa hasil rontgen.
Alhamdulillah, tidak ada tulang yang patah, hanya memar di otot saja, begitu kata suster.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ya, tulisan di atas adalah kronologi peristiwa 'terjun payung' yang saya alami kurang lebih satu bulan yang lalu.

Betapa Maha Baiknya Allah masih memberi saya kesempatan kedua untuk 'melanjutkan hidup'. Tidak terbayang bila akhirnya saat itu adalah saat terakhir saya membuka mata akibat benturan yang begitu keras. Tidak terbayang bila akhirnya Allah membuat salah satu tulang saya patah atau kepala saya terkena gagar otak akibat benturan keras dengan ubin teras rumah saat itu.
Karena di tahun 2016, Abi pernah jatuh dari atap rumah setinggi dua meter dan Qadarullah kaki beliau patah dan harus berjalan menggunakan kruk selama enam bulan.

MasyaAllah..

Haadza min fadhli Rabbi..

Untuk nafas yang telah kita hirup selama bertahun kita hidup
Untuk seluruh kenikmatan yang Allah beri selama bertahun tinggal di bumi
Rasa-rasanya tak pantas bagi kita menggerutu dan merasa kurang atas semua karunia yang Allah beri secara cuma-cuma

Mari, belajar bersyukur, apapun dan bagaimanapun keadaannya, karena Allah Maha Tau segala tentang hamba-Nya.

Sidoarjo, 2 Mei 2020
9:39 PM

Merenda Harap

Pandemi belum juga berakhir Satu dua hal yang direncanakan seolah mangkir Sesuatu yang tak pernah terfikir Atas kuasa-Nya begitu saja hadir ...